Thursday, January 6, 2011

Ikrar Memerangi Kemiskinan Oleh: Joseph H. Gunawan

SUARA PEMBARUAN DAILY
Ikrar Memerangi Kemiskinan

Joseph Henricus Gunawan

Pada 28 Oktober, kita memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-81. Ironisnya, yang namanya masyarakat miskin tetap ada di negeri ini. Masalah kemiskinan terus berkelanjutan. Upaya apa yang harus dilakukan agar angka kemiskinan bisa diminimalisasi setiap tahun?

Esensi permasalahan sesungguhnya mengarah pada faktor kemiskinan sebagai penyakit sosial dan sumber dari implikasi krisis global, yang belum sepenuhnya pulih. Senandung pilu rakyat miskin masih sering dijumpai. Potret buram tentang kemiskinan di berbagai tempat.

Kemiskinan tetap merupakan salah satu persoalan bangsa Indonesia, yang ditandai dengan masih banyaknya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mengacu data dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jumlah penduduk miskin pada 2007 mencapai 37,2 juta atau sekitar 16,58 % dari total penduduk Indonesia. Pada 2008, sebanyak 41,70 juta penduduk miskin. LIPI memprediksi angka kemiskinan 2009 pada level 43 juta jiwa atau 22%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2009 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin, sebanyak 2,43 juta, menjadi 32,53 juta jiwa atau 14,15%, Sedangkan sebelumnya, Maret 2008, jumlah penduduk miskin 34,96 juta atau 15,42%. Menurut data versi BPS, pada 2009 total populasi Indonesia sudah mencapai 240,2 juta jiwa dengan posisi di peringkat keempat dunia.

Strategi untuk mengatasi kemiskinan tidak dapat hanya ditinjau dari satu dimensi, melainkan memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, kabupaten/kota, maupun komunitas. Dalam proses pengambilan kebijakan dibutuhkan adanya indikator-indikator yang realistis, yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.

Meminjam pemikiran dari Michael Eugene Porter, profesor administrasi bisnis di Harvard Business School, hal itu suatu konsep dan alat analitis yang bervariasi dengan efektif dan efisien dalam menciptakan dan mempertahankan keunggulan bersaing. Porter melihat faktor penentu biaya memainkan peran signifikan dalam menentukan kesuksesan strategi diferensiasi dan mempunyai sejumlah implikasi bersaing yang krusial dan signifikan. Apabila para pesaing berada pada kedudukan relatif terhadap faktor penentu biaya yang signifikan, akan memengaruhi biaya mencapai keunikan dalam kegiatan kerja terkait.

Inovasi Signifikan

Porter mengungkapkan, untuk menghadapi pesaing, harus menjadi unik dalam kegiatan kerja menghasilkan produk yang sebelumnya dianggap tidak disukai. Porter menyakini bahwa dalam bersaing harus terjadi inovasi signifikan yang belum dilaksanakan para pesaing, seperti proses penemuan baru, alat inovatif, metode baru atau gagasan bersifat kreasi baru yang memperbarui, memperkenalkan, menampilkan sesuatu produk yang baru, menurunkan dan memotong biaya serta meningkatkan kualitas produk. Porter juga percaya, menghadapi pesaing harus sepenuhnya memanfaatkan peluang untuk mengurangil biaya.

Oleh karena itu, Porter menegaskan betapa pentingnya sektor swasta bersama pemerintah menciptakan produk dengan tingkat keunikan yang tinggi agar dapat bersaing dalam pasar dunia. Jika masih tetap ingin masuk pada pasaran produk yang sama, Indonesia pasti akan terlempar dari peta persaingan.

Strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah berupaya meningkatkan daya saing di pasar internasional dengan harapan mendorong ekonomi Indonesia melalui peningkatan investasi, ekspor, perluasan kesempatan berusaha, kesempatan kerja, dan penciptaan lapangan kerja. Pemerintah harus berupaya menciptakan industri yang layak atau yang bisa diandalkan untuk bersaing di kancah internasional.

Perlu segera ditetapkan kebijakan percepatan dalam pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui konsolidasi program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Untuk menekan angka kemiskinan diperlukan program padat karya serta memberdayakan pelaku ekonomi dari kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Hendaknya, program pengentasan kemiskinan bukan memberikan ikan melainkan menyiapkan kail, yang dimasukkan dalam agenda 100 hari pertama KIB II, sehingga ada harapan angka kemiskinan dapat dikurangi. Rakyat Indonesia harus bersatu padu mengimplementasikan kebijakan program pengentasan kemiskinan. Kobarkan kembali semangat "Sumpah Pemuda" untuk melahirkan tekad memerangi kemiskinan. Kiranya, peringatan Hari Sumpah Pemuda ini dijadikan momentum untuk memerangi kemiskinan.

Penulis adalah Alumnus University of Southern Queensland (USQ), Australia

Last modified: 29/10/09